Kontributor Utama : Dr. Muhammad Irfan, MKes, SpM
Kemunculan ultrasonografi sebagai alat diagnostik telah berkembang sejak pertama kali digunakan dalam bidang oftalmologi yang diperkenalkan pertama kali oleh Mundt dan Hughes pada tahun 1956 dengan menggunakan teknik dua dimensi pada kasus-kasus tumor dalam mata. Oksala et al, pada tahun 1960-an melaporkan gelombang suara dalam berbagai jenis komponen di dalam mata. Baum dan Greenwood, tahun 1950-an menciptakan scan dua dimensi (B scan), menggunakan metode imersi yang kemudian dikembangkan oleh Purnell dan Coleman. B scan kontak diperkenalkan oleh Bronson pada tahun 1970-an dan telah menjadi alat yang digunakan sehari-hari pada bidang kesehatan mata. Terdapat dua jenis USG yang bbiasa digunakan untuk mengevaluasi keadaan bola mata yaitu A scan (berkaitan waktu dan amplitude) dan B scan (merupakan scan dua dimensi). A scan kemudian dikembangkan oleh Ossoining tahun 1960-an. Ia kemudian mengkombinasikan A scan dengan B scan, yang saat ini telah menjadi standarisasi echografi, modalitas diagnostik dengan deteksi yang akurat dan dapat membedakan kelainan pada beberapa bagian bola mata.
Kegunaan ultrasonografi adalah sebagai berikut:
- Biometri (A scan) untuk mengukur panjang bola mata dan ketebalan kornea
- A scan standar (diagnostik) untuk menilai echo-struktur. Alat diagnostik ini merupakan bagian dari B scan pada sebagian besar alat terkini yang memiliki fasilitas vektor.
- B scan diagnostik (dua dimensi), dimana selalu dikombinasikan dengan A scan standar untuk mencapai diagnosis yang lebih jelas.
- Doppler ultrasonography, digunakan dalam kasus-kasus dengan lesi vascular
Terdapat beberapa kondisi dimana terjadi kekeruhan pada media refraksi mata seperti kekeruhan kornea dan katarak yang keras/tebal yang dapat mengganggu visualisasi dalam menilai bagian belakang bola mata secara langsung, dalam hal inilah diperlukan USG dalam mengevaluasi saraf mata (retina), vitreus, koroid, tumor-tumor, dan masalah lainnya di bagian belakang bola mata.
USG A Scan di indikasikan untuk mengevaluasi segmen posterior pada keadaan opak menyeluruh ataupun sebagian dari segmen anterior atau posterior. Dapat juga digunakan untuk melihat posisi, mengukur tumor dan evaluasi pertumbuhannya, juga untuk mendeteksi benda asing intraokuler dan memperhitungkan luas dari kerusakan intraokular pada kasus trauma. Biometri merupakan indikasi penting lainnya dari A Scan, untuk pengukuran panjang lensa yang tepat yang diperlukan pada kalkulasi kekuatan lensa intraokuler.
USG B Scan dapat digunakan sebagai pemeriksaan lanjut pada beberapa kondisi, antara lain: Perdarahan Intraokuler Spontan; dislokasi lensa; penderita yang diduga mengalami peningkatan tekanan intra kranial; pra pembedahan okuler dll.
Berikut adalah hal yang dapat diperiksa dengan USG pada kondisi media refraksi yang keruh maupun jernih.
Media okuler keruh
Bagian depan mata: kekeruhan kornea; darah pada bilik mata depan (hifema); katarak; pupil kecil (miosis)
Bagian belakang mata: perdarahan vitreus; evaluasi retina koroid
Media okuler jernih
Bagian depan mata: Lesi di iris; Lesi di korpus siliaris
Bagian belakang mata: Evaluasi tumor dan massa; deteksi dan diferensiasi ablasio retina (regmatogen / eksudat); deteksi dan diferensiasi benda asing intra okuler
Ultrasonografi menggunakan gelombang suara dengan osilasi partikel yang medium. Gelombang USG mempunyai frekuensi lebih dari 20 KHz (> 20.000 osilasi/detik), yang tidak dapat didengar oleh manusia. Ultrasonografi mata, menggunakan frekuensi antara 8MHz sampai 50MHz (saat ini frekuensi lebih tinggi dalam pengembangan). Frekuensi yang lebih tinggi menghasilkan resolusi yang tinggi pula, namun jangkauan penetrasi jaringan, lebih pendek, dan frekuensi panjang gelombang tidak dapat menembus jaringan, sebaliknya pada frekuensi yang memiliki panjang gelombang yang tinggi (Gambar 4). B-scan probe standar pada mata menggunakan 10MHz, dengan daya penetrasi sekitar 40mm. USG probe dengan resolusi tinggi umumnya menggunakan 20 MHz dengan daya penetrasi 10 mm. Ultrasonografi biomikroskopi umumnya menggunakan 50MHz atau lebih, namun daya penetrasi hanya 7 mm.
A scan merupakan alat yang dapat menampilkan gambar satu dimensi, dimana echo digambarkan sebagai gelombang runcing (spike) yang berasal dari sebuah garis datar. Gelombang suara dari probe USG akan secara parallel melalui mata membentuk A scan. Semakin besar perbedaan kepadatan pada media yang dilalui oleh gelombang suara maka semakin tinggi spike yang ditimbulkan, hal ini disebut dengan Amplitudo scan. Pada B scan, osilasi A scan penting dalam menggambarkan keadaan dimana gelombang suara melintasi suatu jaringan. Echo pada B scan ditunjukkan dengan titik-titik. Penyatuan titik-titik dan kecerahan dari titik-titik akan menghasilkan bentuk. Terdapatnya perbedaan dari permukaan yang dilalui gelombang atau echo yang tinggi akan menghasilkan titik-titik yang semakin terang juga, disebut dengan Brightness scan.
Gelombang suara mempunyai sifat seperti gelombang cahaya, juga memiliki prinsip yang sama dari segi refraksi dan refleksi- nya. Seperti gelombang cahaya, suara longitudinal dipantulkan ke sumbernya setelah melalui permukaan jaringan. Pantulan ini disebut dengan echo. Juga sama dari segi indeks refraksi, impedansi suara antara dua media mempengaruhi echo yang ditimbulkan. Semakin besar perbedaan impedensi suara dari dua media, akan semakin kuat refleksifitas suara yang ditimbulkan. Impedansi suara ditentukan oleh kecepatan dan kepadatan/massa jenis. Sebagai contoh, perbedaan permukaan lensa anterior dan akuos sangat berbeda antara hipopion dan lensa, sehingga echo yang ditimbulkan akibat adanya hipopion lebih pendek. Faktor lain yang mempengaruhi formasi echo yang diserap dan dipantulkan, yakni sudut insiden suara, ukuran, dan tekstur permukaan.
Sudut dimana berkas/sinar suara mengenai permukaan mempengaruhi kekuatan dan formasi echo. Insidensi sudut sama dengan sudut yang dipantulkan, oleh karena itu ketika beam mengenai permukaan secara perpendicular, echo dipantulkan secara langsung kembali ke daerah asal (probe). Gelombang suara berjalan oblik akan menghasilkan pantulan gelombang suara yang terbalik (diverted) dari asalnya, yang juga akan menghasilkan echo yang lemah. Ketika melakukan pemeriksaa, struktur yang lebih terang selalu perpendikuler dari beam suara.
Ukuran, bentuk, dan tekstur dari permukaan juga ditentukan dari karakter echo yang dihasilkan. Permukaan yang rata, jika gelombang suara berjalan perpendikuler, akan dipantulkan kembali dekat dengan gelombang ke daerah asal. Contoh pada retina mata, permukaan rata yang berbentuk konveks akan memantulkan gelombang suara jauh dari sumbernya, echo yang dihasilkan lemah. Pada kasus tumor intraokular, dengan permukaan yang ireguler akan menghasilkan echo yang tersebar, yang mengartikan echo yang dipantulkan kembali lebih lemah, walaupun gelombang suara asal perpendikuler. Permukaan yang sangat kecil juga akan menghasilkan skater/biasan. Oleh karena itu, echo dari permukaan yang kecil dan ireguler kurang berpengaruh pada arah gelombang suara dibandingkan dari permukaan yang luas dan regular, jadi dengan perpendikuler kurang berarti.
Echo yang dipantulkan menghasilkan signal listrik yang akan diterima oleh ultrasonografi sebagai signal frekuensi radio yang lemah. Signal ini dihasilkan melalui proses amplifikasi, kompensasi, demodulasi, dan rejeksi. Amplifikasi merupakan hal terpenting dalam ultrasonografi mata. Terdapat tiga tipe amplifikasi yang digunakan, yakni amplifikasi berbentuk linier, logaritma atau amplifikasi berbentuk-S. Tipe amplifikasi mempengaruhi jarak intensitas echo yang dapat diperlihatkan pada sistem, disebut dengan jarak dinamis dan digambarkan dengan desibel. Amplifayer linier memiliki jarak dinamis yang kecil, sehingga dapat menghasilkan perbedaan kekuatan yang kecil dengan sumber echo, namun jarak intensitas echo sangat terbatas. Amplifayer logaritma menghasilkan jarak intensitas yang lebar, namun tidak dapat dibedakan perbedaan dari signal echo. Kurva bentuk S digunakan untuk mengkombinasikan jarak logaritma yang lebar dengan sensivitas yang lebih besar pada amplifayer linier. Kurva ini digunakan dalam A scan diagnostik.
Gain merupakan faktor terpenting lainnya dalam tampilan ultrasonografi. Gain penting dalam meningkatkan volume, atau meningkatkan amplifikasi tampilan signal. Gain juga diukur dalam desibel (db). Desibel merupakan unit relatif pada intensitas ultrasonografi. Pengaturan gain tidak mengubah energi yang berasal dari transduser, namun hanya merubah intensitas dari echo yang kembali/dipantulkan pada tampilan layar. Pembesaran gain dapat meningkatkan sensivitas pada layar dan menghasilkan tampilan dengan signal yang lemah dengan resolusi tampilan yang kurang. Peningkatan gain dapat dilakukan pada hasil signal yang lemah seperti kekeruhan vitreus. Pada gain yang rendah, sensitivitas berkurang, tapi resolusi bertambah di area axial dan lateral. Kekeruhan vitreus yang minimal dapat tidak terlihat, tapi echo yang lebih kuat (retina, sklera, massa) akan menetap. Penurunan gain efektif untuk menyempitkan berkas suara, karena echo yang kuat berada di sentral axis pada gelombang suara yang dipantulkan. Ketika echo dari jaringan yang terletak jauh/ dalam tidak dapat diperbesar untuk ditampilkan maka dengan mengurangi gain efektif untuk menurunkan kedalaman penetrasi. Banyak instrument memiliki kompensasi echo secara otomatis, yang akan meningkatkan tampilan echo yang lemah dari jaringan yang lebih dalam. Hal ini yang memungkinkan amplifikasi yang lebih besar jika letak jaringan jauh.
A scan merupakan alat dengan tampilan satu dimensi dimana echo yang dipantulkan sebagai gelombang/spike vertikal dari garis dasar/baseline. Jarak antara gelombang tergantung dari durasi waktu saat signal suara mencapai permukaan dan echo yang dipantulkan kembali ke transduser. Waktu diantara gelombang dapat dikonversikan ke dalam jarak dengan mengetahui kecepatan suara dari media yang dilalui oleh echo, yang mana dapat diformulasikan sebagai "Jarak = kecepatan x waktu". Tinggi gelombang merupakan indikasi kekuatan, atau amplitude dari echo.
Terdapat berbagai tipe A scan dalam bidang oftalmologi. A scan yang digunakan dalam mengukur panjang axial bola mata. Alat ini dikenal sebagai biometri, dan menggunakan amplifikasi linier, fokus transduser dan memiliki frekuensi antara 10 dan 15 MHz. Vektor A scan digunakan secara simultan bersama B scan echogram yang memiliki karakter yang sama dengan B scan, umumnya menggunakan amplifikasi logaritma, focus transduser, dan dengan frekuensi 10 MHz.
A scan standar dikembangkan oleh Ossoinig untuk memperlihatkan perbedaan jaringan. A scan standar menggunakan amplifikasi bentuk S, menggunakan transduser nonfokus 8MHz, dan signal suara yang berjalan parallel. Setiap probe mengkombinasi secara eksternal dengan menggunakan model jaringan, yang ditentukan dengan decibel. Penilaian decibel ini menunjukkan sensifitas jaringan, dan berbeda pada setiap probe. A scan standar tergantung dari level decibel yang digunakan. Hasil tampilan kemudian dinilai untuk membuat suatu diagnosis. A scan standar telah banyak digunakan oleh ahli oftalmologi, pengalaman dalam menggunakan dapat menghasilkan diagnosis definitif dalam kasus tumor dan tipe eksudat berdasar dengan pola yang ditampilkan. A scan diagnostik biasanya digunakan untuk mendiagnosis tumor koroid, yang umumnya ditemukan pada manusia.
Probe B scan memancarkan berkas suara berisolasi yang malalui jaringan, menghasilkan 2 dimensi bagian suara. Umumnya B scan di bidang oftalmologi menggunakan amplifikasi logaritma dan focus probe, berkas suara (sinar) yang sempit menghasilkan gambaran sektor. Umumnya B scan dalam setiap potongan-nya meliputi hasil tampilan berkisar 180o. kebanyakan probe B scan memiliki frekuensi 10 MHz. Setiap echo dipresentasikan dengan titik-titik, dan kecerahan dari titik dihasilkan dari kekuatan echo. B scan merupakan kombinasi multipel A scan. Probe memiliki penanda yang menunjukkan arah potongan, yang sesuai dengan bagian atas echogram.
Sudut dalam pemeriksaan, kecepatan osilasi transduser dan grey scale mempengaruhi hasil gambar B scan. Sudut dari transduser mempengaruhi area mana dari mata yang dapat dievaluasi dalam waktu tertentu. Tingkatan osilasi transduser juga mempengaruhi hasil B scan. Agar mendapatkan gambar yang sesuai, B scan harus menghasilkan 10-60 potongan, atau gambaran, per detik dalam melewati jaringan. Terakhir, grey scale merupakan instrument yang dapat mendeteksi peran penting dalam proses pengambilan gambar. Semakin besar jarak grey scale yang dideteksi, semakin besar pula kemampuan untuk membedakan intensitas echo.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi lesi. Pemeriksaan dilakukan dengan pasien berbaring atau duduk. Setelah diberikan anastesi topikal yang diteteskan pada kedua mata dan penutup mata tidak diperlukan. Pemeriksa duduk dengan peralatan pemeriksaan yang disediakan di satu sisi dari pasien.
Probe ultrasound pertama kali digunakan pada jam 6 dari limbus melalui bagian tengah bola mata bertujuan untuk memeriksa lapisan chorioretinal berlawanan pada meridian jam 12. Pasien di instruksikan untuk melihat jauh dari probe terhadap meridian yang diperiksa untuk menghindari scan melalui lensa. Probe digeser dari limbus ke fornix lalu mengarah ke tengah bola mata, juga screening meridian utama dari kutub posterior ke ora serata, Sorotan ultrasound selalu di jaga perpendicular ke retina yang berlawanan. Prosedur yang sama diulangi di meridian jam 8, menggeser probe secara sementara disekitar bola mata.
Walaupun terbatas untuk mengevaluasi segmen anterior, A Scan dapat digunakan dengan memakai tehnik immersi sederhana. Kulit sklera sentuhkan dengan probe yang berisi methylselulosa/cairan imersi. Dengan menggunakan tehnik ini, kornea, kamera okuli anterior, iris, lensa dan ukuran axial length dapat diperoleh.
Teknik USG B scan secara umum dapat dilakukan langsung pada permukaan mata atau dengan meletakkan probe di atas kelopak mata dalam kondisi mata tertutup (transpalpebral). USG B Scan transpalpebral cukup aman terhadap mata, namun pada beberapa kondisi yang diperlukan evaluasi lebih detail, probe USG dapat diletakkan langsung pada sklera ataupun kornea.
Berikut langkah-langkah pemeriksaan USG B Scan:
a. Pada saat melakukan pemeriksaan, pasien berada dalam posisi baring terlentang.
b. Sebaiknya memulai pemeriksaan dengan mengatur pada USG B scan menggunakan gain maksimal (80 dB).
c. Beri anestesi topikal jika probe dari USG ingin diletakkan di sklera atau jika probe diletakkan di palpebra (mata dalam keadaan tertutup) maka tidak diperlukan anestesi topikal.
d. Probe dari usg diletakkan berlawanan dari bagian mata yang akan diperiksa. Penanda pada probe bertindak sebagai titik arah dan mewakili bagian atas dari echogram. Untuk mengevaluasi bagian superior dan inferior dari bagian belakang bola mata (fundus), penanda diletakkan mengarah ke hidung (melintang horizontal), dan untuk mengevaluasi fundus bagian nasal dan temporal, penanda diarahkan pada meridian pukul 12.
e. Detail terbaik dari patologi berada di bagian tengah dari echogram tersebut. Jika detail patologi tidak ditemukan pada salah satu dari meridian utama (arah pukul 3,6,9, dan 12’), posisi oblik dapat dilakukan.
f. Untuk memeriksa mata secara utuh, pertama letakkan permukaan probe di limbus dan kemudian bergerak lambat ke forniks. Cara ini dapat mengevaluasi mulai dari polus posterior ke perifer dari tiap kuadran.
g. Setelah pemeriksaan secara crossectional selesai, pada bagian yang diinginkan dapat diperiksa secara longitudinal. Scan longitudinal memungkinkan evaluasi meridian dari polus posterior sampai perifer dengan cara mengarahkan marker pada limbus kornea berlawanan dengan area yang akan diperiksa.
h. Scan dengan posisi axial lebih menyenangkan dimana gambar yang dihasilkan umumnya lebih mudah dimengerti. Namun apabila dilakukan dalam kondisi mata terbuak, maka penempatan probe secara langsung pada kornea berisiko meningkatkan abrasi kornea.
1. Goel SK., Diagnostic Ultrasonography of the Eye, New Delhi. April 2011;
2. Bentley E., Ophthalmic Ultrasound, School of Veterinary Medicine, usg bUniversity of Winsconsin, Medison., Page 1-16.2015;
3. Silverm RH., High-resolution ultrasound imaging of the eye – a review. Published in final edited form as: Clin Experiment Ophthalmol. New York, USA .; 37(1): 54–67. 2009 January.
4. American Academy of Ophthalmology. B Scan Ultrasonography, in Section 12- Retina and Vireus, Page 61-2. 2016;
5. Polo MD, et al, Ocular ultrasonography focused on the posterior eye segment. 2016. Page 1-14
6. Aaron Fairbanks BS, Lorraine Myers (Provencher) MD, William Flanary MD, Laura Warner, H. Culver Boldt MD. Ocular Ultrasound: A Quick Reference Guide for the On-Call Physician, Published February 4, 2016. Available at www.EyeRounds.org
7. R. E. Correa Soto, K. müller campos, D. Palominos Pose., Ultrasonography of the eyeball. What a radiologist needs to Know. In European Society of Radiology. 2015. Page 1-36
8. Deepak G. Bedi, Daniel S. Gombos, Chaan S. Sanjay Singh. Sonography of the Eye. 2006. Page 1-12;
9. David S, Alexander L, Ringeisen MD, Ophthalmologic Ultrasound. Review on April 2, 2015. Available at http://eyewiki.aao.org/Ophthalmologic_Ultrasound
10. Eye and Orbit Ultrasounds. Available at https://www.ucsfhealth.org/tests/003797.html
11. Rhonda G W; Timothy Jang, MD., B-Scan Ocular Ultrasound. Updated: May 09, 2016. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1228865-overview
12. Derek Urban, OD, Jennifer Ramey, OD, Ryan Bunch, OD, and Nathan Lighthizer, OD. Published March 15, 2016. Available at https://www.reviewofoptometry.com/article/scoring-an-a-on-a-bscan
13. Chan V, Perlas A (2011) Basic of ultrasound imaging. Ed Atlas of Ultrasound-Guided Procedures in Interventional Pain Management. 13-19.
14. Coleman J., Silverman RH., et al, Ultrasonography Of The Eye And Orbit, 2nd Edition, Chapter 1-3, Lippincot Williams &Wilkims,Page 1-61, USA, 2006.
15. Otto CM. Principles of echocardiographic image acquisition and Doppler analysis. In: Textbook of Clinical Ecocardiography. 2nd ed. Philadelphia, PA: WB Saunders; 2000:1–29.
16. Neema HV., Neema N., Diagnostic Prosedures In Ophthalmology, 1st Edition, Chapter 12-13, Page 80-155, New Delhi, 2002.
17. Atta H., Ophthalmic Ultrasound, Churchil Livingstone, Singapore, 1999.
18. Hewick S., Fairhead A., Culy J. et al, A Comparison Of 10 MHz And 20 MHz Ultrasound Probes In Imaging The Eye And Orbit, British Journal Of Ophthalmology, page 88;551-5, 2004;
19. Anonymous, A Scan Biometry, 2007, Available At www.emedicine.com/oph/ascan , Accessed On June 2015.
20. Diagnostic Procedures in Ophthalmology, 1th Ed, New Delhi., 2002. Page 158-9
21. Singh A., Hayden B., Pavlin C., Ultrasound Clinic, Elsevier, 2008, Available At www.ultrasoundclinic.com, Accessed on June 2015.
22. Carero J., Flores I., Galano M., et al, B-Scan Ultrasonography to Screen for Retinal Tears in Acute Symptomatic Age-Related Posterior Vitreous Detachment, Ophthalmology, Page 116; 94-9, 2009.
23. Lizzi F., Coleman J., History Of Ophthalmic Ultrasound in J Ultrasound Med, Weill Medical College of Cornell University, New York-USA, 2004, Available at www.jultrasoundmed.org/cgi/content/full/23/10/1255 , Accessed on April 15.
24. KanskiJJ., Clinical Ophthalmology : A System Approach, 6th Edition, Page 44-46, Butterworth Henneman, 2006.
25. Khurana AK., Clinical Methods In Ophthalmology, 4th Edition, Page 43-44, 2007.
26. Garcia J., Garcia P., Rosen R. et al, A 3-Dimensional Ultrasound C-Scan Imaging Technique For Optic Nerve Measurements, Page 111;1238-43, Ophthalmology, 2004
27. Bernard A., Zourdani A., Perrenoud F., et al, Stage 3 Macular Hole: Role Of Optical Coherence Tomography And B-Scan Ultrasonography, American Journal Of Ophthalmology, 139;814-9.
28. Dibernado C., Schachat A., Fekrat S., Ophthalmic Ultrasound: A Diagnostic Atlas, Thiemes Medical Publisher, USA, 1998.
Tag: USG A Scan B Scan Biometri