Kontributor Utama : Dr. Admar Anwar, SpAn, KIC
Pembedahan mata spesifik karena kebutuhan pembedahan mata sangat spesifik berbeda dengan pembedahan lainnya. Selama pembedahan mata diharapkan posisi pasien tidak berubah dan refleks yang tidak diinginkan dapat ditekan. Selain itu, setiap jenis prosedur bedah mata memiliki konsiderasi anestesi spesifik. Oleh karena itu, tujuan anestesi umum selama pembedahan mata adalah untuk memberikan analgesia yang cukup selama periode perioperatif, memudahkan jalannya pembedahan, memungkinkan pemulihan yang cepat, dan meminimalkan risiko yang terkait dengan pembedahan.
Sebagian besar operasi mata elektif dilakukan dengan teknik anestesi topikal atau lokal, yang dapat dikombinasikan dengan sedasi dan pemantauan anestesi (monitored anesthesia care). Anestesi umum diindikasikan pada operasi katarak bila pasien menderita gangguan kognitif, pasien klaustrofobia, pasien yang sulit berkomunikasi, pasien yang sangat cemas, pasien yang tidak bisa berbaring diam (contohnya pasien Parkinson) atau pasien dengan kondisi medis yang menghalangi mereka untuk berbaring telentang dalam waktu lama (contohnya pasien dengan penyakit jantung atau paru berat).
Sebelum anestesi, tim anestesi akan melakukan evaluasi praanestesi. Evaluasi praanestesi merupakan bagian penting untuk menjamin keselamatan pasien selama anestesi umum. Beberapa hal yang akan dilakukan tim anestesi selama evaluasi praanestesi adalah:
Setelah melakukan evaluasi pra-anestesi, maka dokter anestesi akan menjelaskan dan mendiskusikan rencana dan risiko anestesi dan rencana penatalaksanaan pascaoperasi kepada pasien dan keluarga.
Untuk sebagian besar operasi mata elektif, konsultasi praoperasi dapat dilakukan praoperasi pada hari prosedur. Namun, pasien tertentu, termasuk mereka yang memiliki komorbiditas kompleks (misalnya, diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, gagal jantung berat, pasien dengan kondisi medis akut seperti infark miokard atau stroke), dan pasien yang memiliki masalah mobilitas, membutuhkan perawatan praoperasi untuk konsultasi lanjut dan optimalisasi kondisi praoperasi untuk mengoptimalkan luaran.
Anestesi dan operasi dapat ditunda bila ternyata pada evaluasi praoperasi dijumpai kondisi pasien belum optimal untuk anestesi dan pembedahan. Pada pasien yang kondisinya belum optimal, meneruskan tindakan anestesi dan pembedahan dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas perioperatif. Beberapa kondisi tersebut antara lain infark miokard dalam satu bulan terakhir, baru menjalani intervensi kateterisasi koroner perkutan dalam 14 hari tanpa stent atau dalam 30 hari dengan stent, dijumpai gangguan irama jantung baru dan memberikan gejala klinis yang signifikan, gagal jantung dekompensasi, penyakit paru-paru yang serius (seperti, infeksi saluran pernapasan atas, pneumonia, dan emboli paru), perburukan kondisi kronis yang ada pada pasien, kelainan neurologis baru (misalnya, stroke dan perubahan kesadaran), hipertensi maligna dengan kerusakan organ (ensefalopati, iskemia miokard, dan cedera ginjal akut), ketoasidosis diabetik, hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik.
Hipertensi sering dijumpai pada pasien dewasa yang datang untuk prosedur katarak. Bagi pasien yang mengkonsumsi obat anti hipertensi, keputusan meneruskan atau menghentikan obat antihipertensi preoperatif dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis anestesi, atau dokter spesialis penyakit dalam. Secara umum, obat antihipertensi harus dilanjutkan hingga waktu pembedahan dan dilanjutkan sesegera mungkin setelah pembedahan selesai. Menghentikan obat antihipertensi tertentu dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah perioperatif. Sebaliknya beberapa golongan obat antihipertensi dapat meningkatkan risiko hipotensi intraoperatif, sehingga perlu dihentikan beberapa saat sebelum pembedahan. Keputusan mengenai penghentian obat antihipertensi sementara sebelum operasi bersifat individual, tergantung pada kondisi hipertensi dan kelainan jantung serta organ lain yang ada pada pasien.
Pada pasien hipertensi berat dengan tekanan darah yang belum terkontrol, tindakan anestesi dan operasi dapat ditunda, terutama jika pada pasien dijumpai secara bersamaan adanya gangguan dan gejala klinis kerusakan organ. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko komplikasi sistemik atau medis perioperatif, seperti aritmia, stroke, gagal jantung, iskemik dan infark miokard. Komplikasi perioperatif pada mata juga dapat terjadi akibat hipertensi. Usaha untuk 'normalisasi' tekanan darah praoperasi yang secara terburu-buru dalam jangka waktu singkat dapat berisiko bagi pasien.
Prosedur ekstraksi katarak merupakan prosedur dengan risiko pendarahan mata yang sangat rendah, sedangkan tindakan anestesi umum memiliki risiko perdarahan akibat instrumentasi jalan napas. Dokter spesialis anestesi, dokter spesialis mata dan dokter spesialis penyakit dalam akan mengevaluasi terapi antikoagulan dan antitrombotik yang dikonsumsi pasien. Keputusan apakah konsumsi obat antikoagulan dan antitrombotik preoperatif diteruskan, dihentikan atau diganti dengan obat antikoagulan dengan masa kerja singkat akan didasarkan pada pertimbangan keseimbangan risiko perdarahan dengan risiko trombosis arteri koroner atau pembuluh darah pada pasien.
Diabetes merupakan kondisi yang sering dijumpai pada pasien yang akan menjalani pembedahan katarak. Hiperglikemia perioperatif dapat menyebabkan komplikasi perioperatif. Pembedahan elektif harus ditunda bila pasien diduga mengalami krisis hipoglikemia akut, ditandai dengan kadar glukosa darah yang sangat rendah dan disertai tanda dan gejala hipoglikemia (tremor, takikardi, gelisah, cemas, berkeringat). Pembedahan elektif pada umumnya ditunda bila terjadi hiperglikemik akut dengan kadar glukosa darah yang masih tinggi. Tindakan pembedahan dan anestesi dapat diteruskan pada pasien katarak dengan kadar gula darah tinggi pada kasus tertentu setelah melalui pertimbangan dokter spesialis anestesi, dokter spesialis mata dan dokter spesialis penyakit dalam. Kadar HbA1c tidak digunakan sebagai dasar keputusan meneruskan atau menunda pembedahan.
Dokter penyakit dalam akan menginformasikan dapat tidaknya konsumsi reguler obat oral antidiabetik dan injeksi insulin diteruskan atau dihentikan sebelum pembedahan. Alat pengukur glukosa point-of-care dapat digunakan akan digunakan untuk memonitor kadar glukosa darah perioperatif dan mengoptimalkan pemberian insulin dan atau obat antidiabetik oral.
Pasien katarak dengan penyakit ginjal kronik rentan mengalami gangguan fungsi ginjal lebih jauh lagi saat anestesi umum. Selama anestesi umum, aliran darah ke ginjal bisa berkurang. Akibatnya, pengaruh obat anestesi dapat memanjang dan dapat terjadi penumpukan cairan, kalium, atau zat sisa metabolisme. Oleh karena itu, dibutuhkan persiapan preoperatif khusus bagi pasien katarak dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani anestesi umum.
Segera setelah jadwal operasi ditetapkan, pasien perlu melakukan konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis anestesi. Semua obat yang sedang diminum harus dilaporkan. Pemeriksaan laboratorium tambahan dan konsultasi lainnya mungkin perlu dilakukan untuk memastikan kondisi pasien. Tekanan darah dan kadar Hb preoperatif akan ditinjau preoperatif untuk memastikan pasien dapat menjalani aestesi umum. Anestesi mungkin ditunda bila tekanan darah masih belum optimal, kadar Hb yang sangat kurang, kadar kalium terbaru di laboratorium masih tinggi, atau bila dijumpai perburukan keadaan umum pasien.
Apabila Anda menjalani hemodialisis, jadwal operasi akan diatur agar dialisis terakhir dilakukan dalam 24 jam sebelum pembedahan. Tujuannya untuk menurunkan risiko kelebihan cairan dan menstabilkan kadar kalium. Dokter anestesi dan dokter penyakit dalam akan memeriksa fungsi ginjal dan elektrolit setelah hemodialisis untuk memastikan kondisi anda cukup baik. Bila Anda memiliki fistula arteri-vena di lengan, ingatkan petugas agar tensi cuff atau jarum infus tidak dipasang di lengan tersebut.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, terdapat golongan obat yang diteruskan atau dihentikan sebelum anestesi. Dokter penyakit dalam dan dokter anestesi akan menentukan obat mana yang diteruskan diminum hingga hari pembedahan dan obat mana yang harus dihentikan atau diganti dengan obat lain.
Pasien penyakit ginjal kronik sering secara bersamaan menderita gangguan pada organ lain. Oleh karena itu, pemeriksaan secara menyeluruh, termasuk untuk organ lainnya, akan dilakukan selama peridoe preoperatif.
Pasien diminta untuk berpuasa sebelum anestesi untuk mengurangi risiko aspirasi dan kerusakan jaringan paru jika terjadi aspirasi. Aspirasi paru merupakan kejadian langka tetapi menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Aturan puasa praoperasi standar diberlakukan untuk semua pasien yang memerlukan anestesi atau sedasi. Lamanya puasa tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi.
Pasien yang mengkonsumsi obat agonis reseptor glucagon-like peptide-1 (GLP-1) yang memperlambat pengosongan lambung dan menekan nafsu makan, seperti semaglutide (OzempicR) atau tirzapetide, disarankan menghentikan dosis harian 24 jam sebelum operasi atau lebih dari 7 hari sebelum operasi bila menggunakan dosis mingguan. Semaglutide atau tirzapetide menurunkan pengosongan lambung, sehingga puasa standar 6–8 jam masih menyisakan makanan di dalam lambung. Bila induksi anestesi umum dilakukan dengan lambung “penuh”, risiko regurgitasi dan aspirasi pneumonia meningkat.
Bagi pasien yang diperbolehkan meminum obat pada hari operasi, obat diminum dengan air atau cairan bening, idealnya lebih dari dua jam sebelum prosedur pembedahan. Obat-obatan ini diminum dengan air.