Optimalisasi Evaluasi Dry Eye pada Pasien Bedah Refraksi

Apa itu Dry Eye?

Dry eye atau mata kering adalah salah satu masalah kesehatan mata yang paling sering ditemui di praktik sehari-hari. Kondisi ini tidak hanya sebatas rasa perih atau terbakar, tetapi melibatkan gangguan multifaktorial yang menyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata, peradangan permukaan mata, hingga keluhan penglihatan buram yang fluktuatif.

Secara umum, dry eye dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, aqueous deficient dry eye, yaitu ketika produksi air mata berkurang. Kedua, evaporative dry eye, yang terjadi karena lapisan lipid tidak berfungsi optimal, biasanya akibat gangguan kelenjar meibom. Pada kenyataannya, sebagian besar pasien mengalami bentuk campuran dari keduanya.

 

Bedah Refraksi dan Tantangannya

Bedah refraksi merupakan prosedur yang bertujuan mengoreksi kelainan refraksi seperti rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme agar pasien dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak. Prosedur ini meliputi LASIK (Laser Assisted In-Situ Keratomileusis), PRK (Photorefractive Keratectomy), dan SMILE (Small Incision Lenticule Extraction).

Ketiga teknik ini sama-sama melibatkan perubahan struktur kornea untuk mencapai fokus cahaya yang tepat di retina. Namun, perubahan tersebut juga dapat memengaruhi saraf kornea dan stabilitas air mata. Inilah sebabnya mengapa masalah dry eye sering muncul pada pasien pasca-bedah refraksi.

 

 

Mengapa Evaluasi Dry Eye Itu Penting?

Menilai kondisi ocular surface (permukaan mata) sangat krusial sebelum tindakan bedah refraksi. Tear film yang tidak stabil dapat membuat pengukuran kornea menjadi tidak akurat. Akibatnya, hasil operasi bisa berbeda dari yang diharapkan.

Pasca-operasi, dry eye bahkan menjadi komplikasi paling sering dilaporkan pada pasien LASIK, PRK, maupun SMILE. Gejalanya bisa mengganggu kualitas hidup pasien, meski hasil objektif penglihatan sudah baik. Oleh karena itu, deteksi dini dan tata laksana dry eye sebelum operasi sangat membantu untuk memastikan hasil visual yang optimal. Dengan kata lain: ocular surface yang sehat adalah fondasi keberhasilan bedah refraksi.

 

Alat Pemeriksaan Dry Eye

Ada beberapa metode pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi mata kering.

1. Schirmer TestTes klasik ini menggunakan kertas saring khusus yang ditempatkan di sudut kelopak mata untuk mengukur jumlah air mata yang diproduksi. Meski sederhana, tes ini bersifat invasif dan hasilnya kadang bervariasi, sehingga tidak selalu mencerminkan stabilitas tear film.

2. Keratograph (contoh: Keratograph 5M)Keratograph adalah alat berbasis topografi kornea yang memungkinkan pemeriksaan dry eye secara non-invasif. Fitur utamanya meliputi NIKBUT (Non-Invasive Keratographic Break-Up Time), analisis tear meniscus, lapisan lipid, hingga pencitraan kelenjar meibom (meibography). Hasil pemeriksaan ini tidak hanya kuantitatif, tetapi juga bisa divisualisasikan sehingga mudah dipahami oleh pasien.

3. IDRA (Integrated Diagnostic for Refraction and Analysis)IDRA adalah perangkat yang lebih komprehensif untuk analisis dry eye. Alat ini menilai berbagai aspek mulai dari stabilitas tear film, osmolaritas, lapisan lipid, fungsi kelenjar meibom, hingga pola kedipan. Dengan data yang lengkap, dokter dapat menegakkan diagnosis dengan lebih presisi dan memberikan terapi yang lebih terarah.

 

 

 

 

Kesimpulan

Dry eye adalah kondisi yang sering ditemui, namun kerap kali terabaikan dalam praktik klinis. Pada pasien bedah refraksi, evaluasi dry eye tidak hanya penting, tetapi merupakan langkah kunci untuk menjamin hasil operasi yang memuaskan. Dengan memanfaatkan kombinasi pemeriksaan sederhana seperti Schirmer Test hingga teknologi canggih seperti Keratograph dan IDRA, dokter dapat melakukan skrining, diagnosis, dan tata laksana dry eye secara lebih optimal.

 


Tag: Dry eye syndrome Bedah refraksi Lasik Smile Smile pro Cornea PRK mata kering keratograph idra schimer