Kontributor Utama : Dr. Hasiana Lumban Gaol, SpM
Keratokonjungtivitis vernal adalah kondisi atopi yang terjadi pada konjungtiva atau permukaan luar bola mata. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan, yang tinggal di wilayah beriklim panas dan kering. Hal ini diduga karena tingginya kadar polusi, serbuk bunga, dan alergen lainnya.
Gejala utama konjungtivitis vernal adalah rasa gatal yang berat pada kedua mata. Gejala lain yang dapat terjadi adalah sensasi mengganjal, silau jika ada cahaya, kotoran mata yang bening memanjang (ropy discharge), hingga buram. Keluhan biasa dialami pada kedua mata dan sering terjadi pada pagi hari. Pasien juga mengeluhkan adanya riwayat serupa sebelumnya atau telah berulang.
Manifestasi konjungtivitis vernal dapat terjadi pada konjungtiva, limbus, dan kornea. Tanda pada konjungtiva adalah injeksi dan papil besar pada tarsal superior. Diameternya lebih dari 1 mm dengan permukaan yang rata dan dapat terwarnai dengan fluorescein. Kadang ditemukan adanya simblefaron atau fibrosis.
Tanda pada limbus adalah penebalan dan opasifikasi dari konjungtiva limbus, serta dapat dijumpai titik-titik putih yang tersusun atas sel epitel yang telah degenerasi dan eusinofil (Horner-Trantas dots). Tanda pada kornea bergantung pada keparahan penyakit, mulai dari gangguan epitel ringan hingga erosi besar, bahkan infeksi atau ulkus. Ulkus yang telah sembuh biasanya tampak sebagai scar yang seperti cincin disertai neovaskularisasi atau pembentukan pembuluh darah baru. Pasien konjungtivitis vernal yang sering mengucek mata juga dapat mengalami perubahan ke arah keratokonus.
Diagnosis banding utama untuk keratokonjungtivitis vernal adalah keratokonjungtivitis atopik. Perbedaannya adalah keratokonjungtivitis atopik umumnya memiliki onset usia yang lebih tua, yaitu pada dekade ke-2 hingga ke-5, dibandingkan keratokonjungtivitis vernal yang muncul pada usia kurang dari 10 tahun.
Keterlibatan konjungtiva pada keratokonjungtivitis vernal adalah konjungtiva superior (atas), sementara keratokonjungtivitis atopik terjadi pada inferior (bawah). Selain itu, keratokonjungtivitis atopik cenderung bersifat kronis dan lebih mungkin menyebabkan sikatriks atau jaringan parut pada konjungtiva, berbeda dengan keratokonjungtivitis vernal yang self-limiting. Diagnosis banding lainnya pada keratokonjungtivitis vernal adalah konjungtivitis alergi dan konjungtivitis giant papillary.
Tata laksana keratokonjungtivitis vernal diawali dengan intervensi konservatif seperti menghilangkan segala pencetus atau alergen, kompres dingin, dan membersihkan mata. Pada kasus ringan, dapat diberikan antihistamin topikal. Untuk kasus sedang, antihistamin topikal dikombinasi dengan sel mast stabilizer topikal. Sel mast stabilizer membutuhkan waktu untuk bekerja secara penuh, sehingga untuk kasus yang timbul secara seasonal, obat ini sebaiknya digunakan sebelum musim pemicu dimulai.
Penggunaan steroid topikal yang paling efektif pada keratokonjungtivitis vernal adalah steroid dengan penetrasi okular rendah yang diberikan dalam dosis tinggi dan kemudian diturunkan dengan cepat. Untuk kasus yang sudah mengancam penglihatan, dapat dipertimbangkan penggunaan steroid secara sistemik. Injeksi steroid lokal kadangkala diperlukan pada kasus papil tarsal yang berat.
Pada umumnya keratokonjungtivitis vernal dapat mengalami perbaikan seiring dengan bertambahnya usia, khususnya pada saat pubertas. Akan tetapi, pada 12% kasus, keratokonjungtivitis vernal dapat terus berlanjut hingga masa dewasa menjadi keratokonjungtivitis atopi. Selain itu, beratnya gejala yang timbul saat penyakit sedang aktif dapat mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan, sehingga diperlukan tata laksana yang tepat. Kadangkala terjadi komplikasi berapa jaringan parut pada kornea atau efek samping dari penggunaan steroid yang tidak dalam pengawasan.