Kontributor Utama : Dr. Ardy Gisnawan, M.Kes., SpM
Keluhan mata yang sering ditemukan pada pasien adalah mata berair atau terasa kering. Keluhan tersebut merupakan gejala dari dry eye atau mata kering. Kebanyakan pasien yang datang untuk tindakan bedah refraksi memiliki keluhan mata kering, baik yang sudah mereka sadari sebelumnya maupun yang baru terungkap setelah pemeriksaan. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menilai kondisi tear film dengan cara yang objektif dan menyeluruh. Di sinilah Keratograph hadir sebagai solusi modern, melengkapi metode konvensional seperti Schirmer test atau tear break-up time manual.
Keratograph adalah perangkat berbasis topografi kornea yang dilengkapi dengan teknologi tambahan untuk mengevaluasi lapisan air mata dan permukaan okular. Alat ini awalnya dirancang untuk memetakan bentuk kornea secara tiga dimensi, tetapi kemudian dikembangkan dengan modul dry eye, sehingga mampu menilai stabilitas tear film, menilai kelenjar meibom, hingga menganalisis kualitas permukaan mata secara non-invasif.
Dengan kata lain, Keratograph bukan hanya bicara soal kelengkungan kornea untuk menentukan kandidat LASIK atau SMILE, tetapi juga “mengintip” seberapa sehat permukaan mata sebelum pasien benar-benar menjalani tindakan.
Non-invasive Tear Break-Up Time (NIBUT)
Berbeda dengan TBUT manual yang menggunakan fluorescein, Keratograph menghitung waktu pecahnya lapisan air mata secara non-invasif dengan pola Placido. Semakin cepat waktu pecahnya air mata (tear-film) maka semakin tidak stabil kondisi air mata. Hasilnya lebih objektif dan bisa dibandingkan antar sesi.
Tear Meniscus Height (TMH)
Parameter ini menilai volume air mata di tepi kelopak mata bawah. TMH yang rendah mengindikasikan aqueous-deficient dry eye, yang sangat relevan untuk evaluasi pra-operasi refraktif.
Meibography
Salah satu fitur paling menarik. Keratograph dapat menilai anatomi kelenjar meibom secara infra-red, sehingga dokter dapat melihat adanya dropout atau disfungsi kelenjar. Ini penting karena evaporative dry eye seringkali tersembunyi tanpa pemeriksaan khusus.
Ocular Surface Redness Analysis
Secara otomatis, alat ini juga menganalisis tingkat hiperemia konjungtiva. Hal ini membantu memantau inflamasi kronis pada pasien dry eye.
Bedah refraksi seperti LASIK, PRK, atau SMILE, memiliki risiko memperburuk kondisi dry eye pasca-operasi, karena adanya perubahan pada kornea dan saraf. Jika kondisi dry eye tidak terdeteksi dengan baik sebelumnya, pasien bisa mengalami dry eye syndrome pasca tindakan bedah refraksi yang signifikan, bahkan mengganggu kepuasan visual/penglihatan.
Pada pasien yang akan menjalani LASIK, PRK, atau SMILE, keratograph bisa digunakan untuk:
Skrining pra-operasi: mendeteksi pasien dengan risiko tinggi dry eye.
Monitoring pasca-operasi: menilai respon terapi jika pasien mengeluh gejala mata kering.
Dokumentasi longitudinal: membandingkan kondisi sebelum dan sesudah operasi, sehingga dokter bisa menunjukkan objektifitas hasil evaluasi kepada pasien.
Dengan Keratograph, dokter mendapatkan data komprehensif sehinga dokter akan menilai kualitas tear film, mendeteksi adanya gangguan kelenjar meibom yang perlu diatasi terlebih dahulu, dan menilai seberapa besar resiko dry eye pasca tindakan.
Data ini bukan hanya bermanfaat untuk screening, tapi juga menjadi dasar komunikasi dengan pasien agar mereka memahami kondisi matanya sebelum tindakan.
Keratograph membawa pendekatan baru dalam evaluasi dry eye—lebih objektif, menyeluruh, dan non-invasif. Dalam konteks bedah refraksi, alat ini membantu dokter menentukan apakah pasien siap untuk operasi, serta langkah apa yang perlu dioptimalkan terlebih dahulu.
Sebagai seorang yang sedang mendalami bedah refraksi, saya melihat Keratograph bukan hanya sebagai alat tambahan, melainkan bagian dari standar pemeriksaan modern yang semakin relevan di era sekarang.
Tag: Keratograph Dry Eye Mata Kering Bedah Refraksi Lasik Smile PRK