Corneal Collagen Cross-linking

Artikel di bawah ini merupakan riwayat artikel yang dibuat pada tanggal 10 Mar 2024 07:45 (7 bulan yang lalu).
Untuk melihat artikel ini dalam kondisi terupdate, silakan menuju halaman ini.

PENDAHULUAN

Cross-linking atau biasa disingkat CXL merupakan sebuah usaha untuk membuat ikatan antara satu polimer dengan polimer lainnya. Prosedur CXL dapat mengubah karakteristik fisik dari sebuah material. Contohnya tindakan CXL pada material karet dapat menurunkan fleksibilitas dan meningkatkan rigiditas nya. CXL digunakan dalam bioengineering untuk menguatkan material. 

Konsep CXL ini juga telah diterapkan di dunia kedokteran, seperti pada ilmu kedokteran gigi dimana prosedur ini digunakan untuk menguatkan material pada tambalan gigi. Di bidang kesehatan mata itu sendiri, konsep CXL pertama kali diterapkan oleh Hettlich et al pada tahun 1992, dimana mereka mencoba menyuntikkan monomer dalam kantong lensa yang telah dilakukan tindakan operasi pengangkatan lensa kemudian dilakukan polimerisasi dengan penyinaran.

Saat ini CXL telah digunakan untuk terapi salah satu penyakit mata yaitu Keratoconus. Metode terapi ini dikenal dengan istilah Corneal Collagen Cross-linking. Tindakan ini merupakan tindakan minimal invasif untuk mencegah progresifitas dari keratoconus dan juga dapat digunakan pada kasus ektasia kornea setelah tindakan LASIK.

INDIKASI

Indikasi dari tindakan corneal collagen cross-linking adalah penyakit keratoconus terutama yang bersifat progressif. Selain itu, penyakit ektasia lainnya seperti pellucid marginal degeneration, terrien marginal degeneration dan ektasia paska tindakan bedah refraktif misalnya PRK, LASIK dan radial keratotomi.

KONTRAINDIKASI

Tindakan corneal collagen cross-linking merupakan tindakan invasif meskipun cukup minimal. Dengan demikian, tindakan ini juga memiliki kontra indikasi, antara lain:

  1. Penyakit mata kering yang berat ataupun gangguan permukaan bola mata yang berat.
  2. Riwayat penyakit infeksi kornea akibat herpes.
  3. Riwayat penyakit autoimmune.
  4. Riwayat penyembuhan epitel yang lama.
  5. Penyakit infeksi mata.
  6. Kekeruhan kornea yang berat.
  7. Tebal kornea <400um.

PRINSIP KERJA

Tindakan corneal collagen cross-linking dilakukan dengan menggunakan sinar Ultarviolet A (UVA) dengan panjang gelombang 370nm dan riboflavin (vitamin B2).

Riboflavin digunakan sebagai media untuk menyerap UVA. Riboflavin yang telah terekspos oleh UVA akan membuat reaktif oksigen spesies (ROS) yang akan menginduksi ikatan kovalen antar kolagen kornea dan juga antar kolagen dan proteoglikan di kornea. Reaksi ini dapat memperkuat struktur kornea dan diharapkan dapat mencegah terjadinya ektasia ataupun memperlambat progresifitasnya.

PROSEDUR

Terdapat beberapa protokol tindakan corneal collagen cross-linking. Dosis yang dibutuhkan sekitar 5.4J/cm2. Protokol standar yang biasa digunakan adalah Protokol Dresden yang dikembangkan oleh Wollensak et al. Protokol ini dilakukan dengan kornea yang memiliki ketebalan minimal 400um. Secara singkat prosedurnya adalah sebagai berikut:

  1. Tetes anastesi topikal
  2. Debridemen dari epitel kornea di daerah sentar sekitar 7-9mm
  3. Teteskan 0.1% riboflavin 5-phosphate dan cairan dextran 20% setiap 5 menit selama 30 menit.
  4. Penyinaran UVA (370nm, 3mw/cm2) selama 30 menit diselingi dengan penetesan cairan yang sama sebelumnya setiap 5 menit.
  5. Tetes antibiotik dan pasang Kontak Lensa Lunak sebagai bandage (Bandage soft contact lens)

Selain protokol di atas, terdapat pula teknik dimana tindakan ini dilakukan tanpa debridemen epitel kornea (epitelial on) namun menggunakan riboflavin khusus yang dapat menembus epitel kornea sehingga efektifitas tindakan tetap dapat dimaksimalkan.

Selain itu, dari segi waktu tindakan, terdapat beberapa metode dimana dilakukan percepatan waktu tindakan dengan meningkatkan intensitas UVA melalui peningkatan dosis iradiasi, misalnya meningkatkan dosis menjadi 10mw/cmsehingga waktu dapat berkurang menjadi 9 menit. Metode lain bahkan menggunakan dosis 18mw/cmdengan waktu terapi hanya 5 menit. Waktu yang berkurang tentunya tetap menghasilkan dosis yang dibutuhkan sebesar 5.4J/cm2 karena intensitas iradiasi juga ditingkatkan.

REFERENSI

  1. Jenkins AD, Kratochvil P, Stepto RFT, Suter UW: Glossary of basic terms in polymer science. Pure Appl Chem 1996;68:2287–2311.
  2. Wollensak G, Spörl E, Seiler T: Treatment of keratoconus by collagen cross linking (in German). Ophthalmologe 2003;100:44–49.
  3. Sung HW, Chang WH, Ma CY, Lee MH: Crosslinking of biological tissues using genipin and/or carbodiimide. J Biomed Mater Res A 2003;64:427–438.
  4. Hettlich HJ, Lucke K, Kreiner CF: Light-induced endocapsular polymerization of injectable lens refilling materials. Ger J Ophthalmol 1992;1:346–349.
  5. Wollensak G, Spoerl E, Seiler T. Riboflavin/ultraviolet-a-induced collagen crosslinking for the treatment of keratoconus.Am J Ophthalmol. 2003 May;135(5):620-7
  6. Sorkin N, Varssano D. Corneal Collagen Crosslinking: A Systematic Review. Ophthalmologica. 2014;232:10–27.
  7. Subasinghe SK, Ogbuehi KC, Dias GJ. Current perspectives on corneal collagen crosslinking (CXL). Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol. 2018;256(8):1363-1384. doi:10.1007/s00417-018-3966-0.