Kontributor Utama : Dr. Muhammad Irfan, MKes, SpM
Cross-linking atau biasa disingkat CXL merupakan sebuah usaha untuk membuat ikatan antara satu polimer dengan polimer lainnya. Prosedur CXL dapat mengubah karakteristik fisik dari sebuah material. Contohnya tindakan CXL pada material karet dapat menurunkan fleksibilitas dan meningkatkan rigiditas nya. CXL digunakan dalam bioengineering untuk menguatkan material.
Konsep CXL ini juga telah diterapkan di dunia kedokteran, seperti pada ilmu kedokteran gigi dimana prosedur ini digunakan untuk menguatkan material pada tambalan gigi. Di bidang kesehatan mata itu sendiri, konsep CXL pertama kali diterapkan oleh Hettlich et al pada tahun 1992, dimana mereka mencoba menyuntikkan monomer dalam kantong lensa yang telah dilakukan tindakan operasi pengangkatan lensa kemudian dilakukan polimerisasi dengan penyinaran.
Saat ini CXL telah digunakan untuk terapi salah satu penyakit mata yaitu Keratoconus. Metode terapi ini dikenal dengan istilah Corneal Collagen Cross-linking. Tindakan ini merupakan tindakan minimal invasif untuk mencegah progresifitas dari keratoconus dan juga dapat digunakan pada kasus ektasia kornea setelah tindakan LASIK.
Indikasi dari tindakan corneal collagen cross-linking adalah penyakit keratoconus terutama yang bersifat progressif. Selain itu, penyakit ektasia lainnya seperti pellucid marginal degeneration, terrien marginal degeneration dan ektasia paska tindakan bedah refraktif misalnya PRK, LASIK dan radial keratotomi.
Tindakan corneal collagen cross-linking merupakan tindakan invasif meskipun cukup minimal. Dengan demikian, tindakan ini juga memiliki kontra indikasi, antara lain:
Tindakan corneal collagen cross-linking dilakukan dengan menggunakan sinar Ultarviolet A (UVA) dengan panjang gelombang 370nm dan riboflavin (vitamin B2).
Riboflavin digunakan sebagai media untuk menyerap UVA. Riboflavin yang telah terekspos oleh UVA akan membuat reaktif oksigen spesies (ROS) yang akan menginduksi ikatan kovalen antar kolagen kornea dan juga antar kolagen dan proteoglikan di kornea. Reaksi ini dapat memperkuat struktur kornea dan diharapkan dapat mencegah terjadinya ektasia ataupun memperlambat progresifitasnya.
Terdapat beberapa protokol tindakan corneal collagen cross-linking. Dosis yang dibutuhkan sekitar 5.4J/cm2. Protokol standar yang biasa digunakan adalah Protokol Dresden yang dikembangkan oleh Wollensak et al. Protokol ini dilakukan dengan kornea yang memiliki ketebalan minimal 400um. Secara singkat prosedurnya adalah sebagai berikut:
Selain protokol di atas, terdapat pula teknik dimana tindakan ini dilakukan tanpa debridemen epitel kornea (epitelial on) namun menggunakan riboflavin khusus yang dapat menembus epitel kornea sehingga efektifitas tindakan tetap dapat dimaksimalkan.
Selain itu, dari segi waktu tindakan, terdapat beberapa metode dimana dilakukan percepatan waktu tindakan dengan meningkatkan intensitas UVA melalui peningkatan dosis iradiasi, misalnya meningkatkan dosis menjadi 10mw/cm2 sehingga waktu dapat berkurang menjadi 9 menit. Metode lain bahkan menggunakan dosis 18mw/cm2 dengan waktu terapi hanya 5 menit. Waktu yang berkurang tentunya tetap menghasilkan dosis yang dibutuhkan sebesar 5.4J/cm2 karena intensitas iradiasi juga ditingkatkan.